financial

Mengenal Produk Investasi

October 15, 2018

Semakin kesini temen-temen sering denger kata-kata yang meng-encourage untuk investasi bukan? Bahwa uang itu ga cukup hanya ditabung, tapi juga perlu diinvestasikan. Tujuannya tentu supaya aset kita berkembang. Kalo temen-temen punya uang 10 juta dan ditabung, ya uangnya akan tetep 10 juta. Kalopun ada bunga bank, nilainya kecil banget. Dan jangan lupa ada biaya admin setiap bulan.

Sementara itu kalo diinvestasikan, uang 10 juta itu bisa beranak-pinak, besarannya tergantung diinvestasiin kemana uangnya. Tapiii yang namanya investasi pasti ada risikonya juga. Makanya perlu paham mekanisme produk investasi tersebut sehingga kita bisa meminimalisasi risikonya supaya ngga rugi.

Investasi, investasi, investasi. Semua artikel nyuruh investasi. Oke udah sadar nih buat investasi. Lalu pertanyaannya investasi kemana?? Gue harus mulai dari mana? Emas? Deposito? Rumah??

Memenuhi hutang gue di post sebelumnya, kali ini gue mau sedikit sharing tentang beberapa produk investasi yang gue tau dan gimana akhirnya gue milih suatu produk. Ini berdasarkan pengetahuan gue aja yaa. Gue bukan ahli di bidang ini, masih dalam tahap belajar, jadi mohon maaf kalo ngga terlalu komprehensif penjelasannya. Tulisan ini lebih ke introduction setiap produk aja dan juga cerita pertimbangan gue dalam memilih atau ngga memilih produk tersebut untuk saat ini. Gue juga ngga kerjasama, apalagi dibayar sama pihak-pihak tertentu (Tapi kalo ada yang mau endorse atau ajak aku kerjasama boleh banget :p). 

Emas
Pikiran yang pertama kali terlintas pada kebanyakan orang ketika mendengar kata investasi adalah emas. Investasi emang cenderung identik dengan emas. Ini karena orangtua, nenek-kakek kita kebanyakan berinvestasi emas, berpikir bahwa investasi itu emas dan pikiran tersebut pun diturunkan ke kita dan masyarakat pada umumnya. Asumsinya, nilai emas itu akan naik terus ngikutin perkembangan zaman dan ngga akan turun. Padahal, emas itu ada naik turunnya juga (Cek disini). Dan kalo gue evaluasi, kenaikannya itu dikit-dikiiit banget. Ngga signifikan dibanding modal yang harus dikeluarkan. Jadi ga berasa.

Terus emas itu kan logam ya ada benda fisiknya, yang mana kita harus cari orang yang mau beli emas itu dulu. Oh ya emas batangan atau kepingan itu lebih gampang dijual daripada yang udah diolah ke bentuk perhiasan. Untungnya, sekarang ada beberapa lembaga yang memudahkan kita dalam jual-beli dan nabung emas. Iya, nabung emas. Jadi secara rutin setorin uang ke tabungan emas dan nanti uang tersebut akan dibelikan emas, walaupun hanya 0,1 gram. Salah satu lembaga untuk jual beli dan nabung emas adalah Pegadaian. Pegadaian ngga cuma buat gadaiin barang tapi juga buat berinvestasi emas loh. Silakan dikepoin buat tau sistemnya lebih lanjut.

Untuk saat ini, gue belum memilih untuk berinvestasi emas karena emas tergolong produk investasi konvensional, return-nya kecil, ngga segitu "pasti"nya karena ada fluktuasi harga juga, daan emas itu cocoknya untuk investasi jangka menengah sekitar 2-3 tahun yang mana uangnya akan dipake dalam jangka waktu tersebut. Kalo buat jangka panjang kurang cocok.


Deposito
Deposito juga cukup identik dengan investasi. Karena deposito ini kan produknya bank, dan hampir semua dari kita familiar dengan bank, jadi terpapar informasinya ya deposito. Deposito itu ngasih angka return yang pasti, tapi nilainya kecil. Selain itu ada jangka waktu tertentu dimana uang kita ngga boleh diambil. FYI, nilai suku bunga deposito yang besar ternyata bukan berarti bagus loh. Ini justru mencerminkan kondisi ekonomi dan kondisi bank itu sendiri. Untuk lebih detilnya googling sendiri aja ya hehe.

Produk ini cocok untuk orang yang konvensional, maunya angka pasti dan ga mau ada penurunan nilai. Kenaikan kecil gapapa yang penting ga turun. Sama kayak emas, kalo buat gue yang tujuan investasinya jangka panjang, produk ini kurang cocok.


Properti
Kalo ini jelas no buat gue. Mikirin beli rumah aja udah puyeng apalagi investasi properti. Belum mampu shay. Lagipula, melihat kondisi investasi properti saat ini udah ga semenjanjikan dulu. Gue saksi mata bahwa mau jual properti aja susahnya minta ampun. Yang sini susah mau beli, yang sana susah mau jual. Jadi ini ngga likuid alias susah cair jadi uang. Bayangin kalo butuh uangnya mendesak. Belum lagi biaya maintenance properti tersebut.


Obligasi
Pada dasarnya, obligasi itu adalah surat utang. Bisa dikeluarkan oleh perusahaan swasta dan juga oleh pemerintah dalam bentuk surat utang negara (SUN), dan yang mungkin lagi sering didenger itu adalah SBR dan ORI. Secara konsep utama semuanya sama, yaitu surat utang dimana kita sebagai investor ngasih sejumlah pinjaman yang nanti akan dikembaliin setelah jangka waktu tertentu. Ngga hanya uang pinjaman yang balik, tapi investor juga dapet bunganya yang disebut dengan kupon. Oh ya, obligasi ini juga ada versi syariahnya, disebutnya sukuk. Kalo soal return, sama seperti produk investasi konvensional lainnya, return obligasi tergolong kecil, tapi masih lebih besar dibanding deposito.

Risiko yang mungkin terjadi pada obligasi adalah risiko gagal bayar, dimana perusahaan tersebut gagal balikin uang yang dipinjem. Kalo udah kayak gitu berarti investor akan kehilangan sejumlah uang yang dipinjemin sebelumnya. Tapi kalo sampe perusahaannya bankrut, perusahaan akan utamain bayar obligasi dulu baru saham.

Nah biasanya obligasi itu ada ratingnya. Rating mencerminkan kelayakan perusahaan tersebut untuk dihutangin dan kemungkinan mereka untuk membayar utangnya. Jadi untuk meminimalisasi risiko gagal bayar, sebaiknya pilih yang ratingnya bagus ya.

Kalo obligasinya ke pemerintah, dijamin aman dan pasti balik uangnya. Jadi kalo mau yang pasti aman, obligasi ke pemerintah aja. Positifnya kalo beli obligasi pemerintah adalah kita turut membangun negara, karena setiap obligasi yang dikeluarkan pemerintah itu ada tujuan spesifiknya, misalnya untuk pemerataan pendidikan. Klik ini untuk tahu lebih lanjut tentang SBR dan ORI.


Peer-to-Peer Lending
P2P lending gue taro disini karena secara konsep mirip-mirip obligasi, dimana investor ngasih pinjaman ke pihak lain yang membutuhkan. Pinjaman tersebut bisa untuk modal usaha, ekspansi, bahkan personal loan untuk kebutuhan-kebutuhan pribadi macem renovasi rumah dan urusan pribadi lainnya. Sama seperti obligasi, P2P lending ini ada jangka waktunya juga, dan ada risiko gagal bayar juga. Makanya biasanya ada rating juga untuk tahu kelayakan pihak tersebut untuk dipinjemin uang dan kemungkinan mereka bayar pinjaman. Bedanya dengan obligasi, ini bukan surat utang.

P2P lending ini lagi lumayan naik daun, dimana semakin banyak perusahan fintech (Financial Technology) yang muncul. Yang harus diperhatikan saat mau register di platform P2P lending, pastikan platform atau perusahaan tersebut diawasi oleh OJK ya, karena mulai bermunculan nih P2P lending yang ga jelas dan "membahayakan".

Pertama kali gue denger penjelasan tentang P2P lending ini jujur menggiurkan sih. Imbal hasilnya lumayan, rata-rata belasan persen per tahun. Gue pun langsung cari tau tentang P2P lending. Tapi semakin gue pelajari konsepnya, gue semakin bertanya-tanya apakah ini riba atau ngga, karena sistemnya kita bisa minjemin uang ke orang untuk kebutuhan pribadi dan di awal udah "disepakati" bahwa akan ada kelebihan yang dibayarkan. Beda mungkin sama pembiayaan usaha yang pake sistem bagi hasil. Meskipun sekarang juga udah ada P2P lending syariah, gue pribadi masih ragu untuk investasi disini karena takut riba.


Reksadana
Nah produk investasi yang satu ini juga cukup populer terutama di kalangan investor baru karena dianggap lebih aman dan lebih mudah daripada saham. Dianggap lebih mudah untuk mereka yang pengen mulai berinvestasi tapi belum paham-paham banget sama konsep investasi. Menurut gue pribadi, pendapat-pendapat ini ngga salah.

Prinsip kerja reksadana adalah investor ngasih sejumlah uang ke perusahaan aset manajemen/manajer investasi untuk kemudian dana tersebut dialokasikan ke beberapa produk investasi seperti saham, obligasi, deposito. Disebut perusahaan aset manajemen karena mereka emang me-manage aset kita (uang). Mereka yang ngatur uang kita itu mau dibeliin saham apa, obligasi yang mana, kapan harus beli dan jual saham tersebut. Jadi kita ga perlu pusing milih-milih kombinasi dan porsi investasi masing-masing produk. Tapi kita juga ngga segitu butanya ga tau uang kita dialokasikan ke produk keuangan mana. Kita bisa liat alokasinya lewat Fund Fact Sheet yang tersedia di website perusahaan aset manajemen tersebut.

Sekarang proses jual-beli RD udah banyak yang online kok, jadi kayak belanja online aja kita bisa banding-bandingin harga dan performa RD tersebut. Bisa beli langsung di website perusahaannya bisa juga di marketplace macem Indopremier dan Bareksa. Bahkan sekarang bisa lewat e-commerce macem Tokopedia, BukaLapak, dan platform lainnya loh.

Dianggap lebih aman karena uang kita ga hanya dibelikan ke 1 produk investasi. Misalnya 100% uang kita masuk saham, 100% uang kita masuk deposito, engga gitu konsepnya. Bisa jadi 70% uang kita dibelikan ke saham, 20% obligasi, 10% produk perbankan. Jadi misalnya ada obligasi yang gagal bayar, kita masih punya aset di produk investasi lainnya. Misalnya saham A turun drastis, kita masih punya saham B, C, deposito, dll.

Reksadana ini juga nilainya bisa naik turun jadi bisa untung bisa rugi, dan sebaiknya dilihat secara tahunan karena kalo diliat tiap hari ga akan berasa perbedaannya haha. Besaran return dan risikonya juga beda-beda. Secara garis besar, ada 4 produk reksadana, yaitu:

1. RD Pasar Uang
Risiko paling kecil, return juga paling kecil, untuk saat ini biasanya di kisaran 4-6% per tahun. Sistem kenaikannya adalah slow but sure. Kalo liat di grafik kenaikannya, biasanya hampir menyerupai garis lurus dimana miniiim banget fluktuasi. Jadi cocoknya buat investor yang konvensional, yang ga pengen ada kerugian. Di produk ini uang kita akan dialokasikan ke produk-produk pasar uang seperti deposito, obligasi, dan pasar uang lainnya.

Gue pribadi naro sebagian dana darurat di RD PU. Pertimbangannya adalah di RD PU uang bisa dicairin kapan aja ga harus nunggu jangka waktu tertentu, dan imbal hasilnya cenderung lebih besar dari bunga bank dan deposito. Jadi naro uang disini sebenernya bukan buat investasi tapi buat dana darurat. Return bukan fokus utamanya.

2. RD Pendapatan Tetap
Jangan terkecoh sama namanya, ini bukan produk investasi yang ngasih kamu pendapatan tetap atau pasti untung. Secara risiko, RD PT ini lebih tinggi dari RD PU tapi return-nya juga lebih tinggi, biasanya di belasan persen per tahun. Uang di RD PT ini sebagian besar akan dibelikan obligasi.

3. RD Campuran
Disini, sebagian uang kita dialokasiin ke saham, sebagian lainnya ke produk pasar uang. Risikonya tengah-tengah (moderat), return-nya juga tengah-tengah, biasanya belasan persen. Cocok untuk orang-orang yang pengen return lebih besar tapi belum berani ke RD Saham.

4. RD Saham
Dari namanya udah jelas bahwa sebagian besar uang kita akan dialokasikan ke saham, sisanya baru ke pasar uang. Secara return dan risiko juga paling tinggi. Paling fluktuatif juga. Biasanya return-nya belasan sampai 20%-an per tahun. Jadi ini cocok untuk tipe investor agresif.

Perusahaan aset manajemen bisa ngeluarin produk reksadana dengan nama yang beda-beda, tapi secara konsep sih tetep 4 itu. Paling kalo mau tau alokasi dananya bisa baca Fund Fact Sheet.


Unit Link
Temen-temen yang udah punya asuransi mungkin familiar dengan konsep unit link, sebagian lainnya mungkin pernah denger istilah ini, atau mungkin sebagian lainnya baru denger apa itu unit link. Secara garis besar, konsep unit link itu sama dengan prinsip reksadana. Bedanya, kalo reksadana dikeluarkan oleh perusahaan aset manajemen, unit link itu dikeluarkan oleh perusahaan asuransi. Jadi kayak RD-nya asuransi lah.

Unit link ini biasanya nempel sama asuransi jadi bukan produk utama yang dijual. Logika di belakang unit link adalah unit link dibuat untuk mengembangkan sejumlah dana kita supaya kalo tiba-tiba kita ga mampu bayar premi asuransi, harapannya dana di unit link itu udah cukup berkembang dan bisa membayar premi kita. Jadi semacam proteksi untuk pembayaran premi.

Terus gimana kalo seseorang mampu bayar premi sampe lunas? Ya nilai unit linknya ga kepotong untuk bayar premi dan berkembang jadi investasi. Bahkan sekarang ada juga perusahaan asuransi yang memisahkan asuransi + unit link dengan unit link + asuransi. Apa bedanya? Kalo asuransi + unit link, dengan buka polis asuransi, sejumlah dana yang kita bayarkan setiap bulan itu sebagian dialokasiin untuk unit link. Jadi utamanya tetep asuransi. Kalo unit link + asuransi, kayak reksadana aja. Kita beli produk unit link yang kita mau, ga perlu bayar rutin, tapi dapet gratis asuransi. Jadi uang yang kita bayarkan emang sepenuhnya dialokasiin ke unit link. Investasi bonus asuransi. Sama kayak produk keuangan lainnya, unit link ini juga ada versi syariahnya.


Saham
Kalo ini semua orang pasti pernah denger tapi belum tentu tau ini tuh apa. Saham itu adalah bukti kepemilikan perusahaan. Jadi kalo punya saham bisa dibilang kita pemilik perusahaan dong? Iya betul. Meskipun mungkin kepemilikannya cuma 0,000000000000000001% tapi tetep aja kita adalah pemilik perusahaan. Kita punya hak untuk dapet dividen (Pembagian keuntungan perusahaan) dan juga bisa dateng ke rapat umum pemegang saham (RUPS).

Kalo saham dapet untung dari mana? Dapetnya dari capital gain (kenaikan harga saham) dan dividen. Saham bisa diperjual-belikan. Kalo harga jual lebih besar dari harga beli artinya kita dapet capital gain dan untung, begitu juga sebaliknya. Lalu diperjual-belikannya dimana? Bisa di pasar perdana dan pasar sekunder. Sebagai investor pemula, biasanya kita beli saham di pasar sekunder alias di Bursa Efek Indonesia. Jadi BEI ini adalah pasar, supermarket, mall yang produk jualannya saham.

Tapi kita ngga bisa ujug-ujug dateng ke BEI terus bilang security kita mau beli saham. Kita ngga bisa beli saham lewat BEI karena BEI cuma tempat jual-beli, bukan penjual saham. Kita bisanya beli saham lewat perusahaan sekuritas. Jadi kita perlu buka akun di perusahaan sekuritas, kayak buka akun bank. Sama kayak RD, proses jual belinya juga mayoritas sekarang udah online.

Gini gini, kalo dianalogiin, jual-beli saham itu kayak kita ke mall. Mall itu adalah tempat jual-belinya (BEI). Toko itu adalah agen penjualnya (perusahaan sekuritas). Produk yang dijual adalah saham, dan produk (saham) tersebut diproduksi bukan oleh toko tapi oleh produsen/pabriknya (perusahaan). Jadi perusahaan sekuritas numpang jualan saham perusahaan lain di BEI.

Mekanisme jual-beli saham jelas. Mekanisme kenaikan dan penurunan harganya jelas, yaitu karena ada demand & supply. Semakin banyak yang mau beli (demand) tapi stok (supply) terbatas, harganya cenderung naik. Begitu juga sebaliknya. Kayak prinsip jual-beli biasa aja sih. Jadi saham itu bukan kayak judi yang hasilnya ga tau dateng dari mana. Kalo ada yang berperilaku judi atau spekulasi tanpa dasar, itu baru salah. FYI saham ini juga ada saham syariah kok.

Dalam saham, seseorang bisa jadi trader maupun investor. Trader itu orang yang jual-beli saham dalam jangka waktu pendek (trading) bisa hitungan bulan, minggu, hari, bahkan menit. Trader itu bisa jadi profesi loh karena emang kerjanya jual-beli. Kalo investor, jual belinya dalam jangka waktu yang panjang (di atas 5 tahun). Jadi beli sekarang, baru dijual 5, 10 tahun lagi, bahkan ada yang ga pernah jual sampe mati. Kenapa? Karena mereka baru akan jual kalo kepepet banget dan mereka bisa dapet passive income lewat dividen yang biasanya dibayarkan setiap tahun. Sama seperti nabung emas, sekarang BEI lagi panas-panasnya menggalakan nabung saham. Konsepnya adalah rutin beli saham secara berkala.

Ngomongin risiko, risiko saham emang cenderung lebih besar karena harganya fluktuatif banget. Tiap detik bisa berubah. Tapi kalo emang untuk investasi, ya ga perlu liatin tiap detik juga. Makanya kita perlu belajar dulu sebelum terjun langsung di saham. Kalo terjun ke saham tanpa ilmu, wah siap-siap rugi deh.

Oh ya, belajar saham itu ga mahal kok! Emang banyak training berjuta-juta dan grup berbayar di luar sana, tapiiiii kita bisa kok belajar itu dengan amat sangat murah bahkan gratis. Gue pun demikian. Sejauh ini ga pernah ngeluarin nominal yang terlalu besar untuk belajar saham. Kalian bisa ikut Sekolah Pasar Modal yang ngajarin saham dan pasar modal dari basic, bisa beli atau pinjem buku, bisa follow instagram @yuknabungsaham_BEI, bisa ikut grup-grup gratis, bisa baca artikel di internet, nonton YouTube, dan masih banyak cara murah dan gratis untuk dapet ilmu ini. Jadi temen-temen yang masih mahasiswa pun bisa banget mulai belajar.

FYI aja, training yang bayarannya jutaan atau grup-grup berbayar banyak yang cuma jualan ludah. Even yang udah terkenal sekalipun :)) Gue pernah ikut training yang harganya beberapa ratus ribu aja ngerasa ga dapet apa-apa. Ngerasa dapet lebih banyak lewat SPM dan buku. Makanya mikir 1000x kalo mau ikut training berbayar mahal. Jujur kasian sama temen-temen investor pemula yang jadi target sasaran training provider ini. Bukan ngga dapet apa-apa, tapi bisa dapet ilmu yang sama (bahkan lebih) lewat media yang lebih murah.

Jadi coba belajar mandiri dulu aja lewat hal-hal yang gue sebutin tadi. Ya boleh aja sih ikutan training berbayar mahal, tapi kalo gue pribadi sih belum rela karena ilmu yang disampein di training tersebut bisa dipelajari lewat media lain yang jauh lebih murah bahkan gratis, mending duitnya buat beli saham aja. Untuk proses pembelajaran gue sendiri bisa dibaca disini.

***

Di luar ini masih banyak sebenernya produk investasi, misalnya di bidang komoditas, agribisnis, koperasi, valas/forex, bahkan barang mewah macem tas branded juga bisa jadi investasi (Ngga mau nyebut Bitcoin). Tapi gue cuma jelasin produk-produk yang umum di masyarakat dan dekat dengan gue pribadi.

Gue pribadi saat ini lebih pilih untuk investasi di produk keuangan karena bisa mulai dari modal kecil, mudah dipelajari (beda sama investasi tanah dan agribisnis), ngga perlu maintain aset fisik kayak properti atau logam, dan sifatnya likuid alias mudah dicairkan, ga perlu ribet cari pembeli.

Disini gue ngga bilang bahwa produk yang satu lebih unggul dari yang lainnya atau bilang produk A itu jelek. Sama sekali engga. Investasi itu cocok-cocokan. Pilih yang cocok dengan kebutuhan kita, profil risiko kita, dan juga karakter kita. Kalo orangnya panikan dan ga bisa terima risiko kerugian yang besar, ya jangan langsung investasi ke produk yang fluktuatif banget macem saham. Kalo mau return-nya gede ya jangan masuk ke yang konvensional macem emas atau deposito. Kalo pengennya untung gede dalam waktu singkat, ya mohon maap ni namanya bukan investasi.

Ada salah satu perusahaan konsultan keuangan yang kayaknya anti banget sama RD karena mereka encourage banget investor untuk terjun langsung ke saham. Mereka bilang dengan belajar sendiri, kita bisa dapet return yang jaaauh lebih besar lewat saham. Ini bener sih, tapi IMHO investasi di RD itu ga salah. Ga semua orang bisa langsung paham saham, ga semua orang seberani itu untuk langsung terjun ke saham, ga semua orang punya waktu untuk utak-atik saham. Meskipun itu semua bisa dipelajari dan bisa aja dilakuin (Dan mereka ngejual jasa belajar saham :)) If you know what I mean), tapi kan pilihan orang kalo mau invest ke RD atau ke produk manapun. Masalah kecocokan aja sih. Bukan berarti yang satu lebih baik atau lebih buruk dari yang lainnya. Percuma kalo ngerti konsep saham tapi secara psikologis kita ngga siap.

Salah satu hal yang penting untuk dilakukan adalah DIVERSIFIKASI produk. Jadi ngga semua uang kita diinvestasikan di satu tempat dan satu produk keuangan. Misalnya sekian persen dibelikan saham, sekian persen RD, sekian persen emas. Jadi kalo yang satu rugi, kita masih ada investasi di tempat lain. Mau beli saham pun juga perlu diversifikasi. Jangan semua uang kita dibeliin saham A. Beli lah saham B, C. Terus investasi lah ke tempat yang kredibel. Kalo produk keuangan tentunya perlu yang diawasi oleh OJK. Jangan sampe investasi ke tempat/orang yang ga jelas, ujung-ujungnya ternyata investasi bodong dan uangnya dibawa kabur.

Gimana? Setelah baca ini tertarik untuk kepoin produk investasi lebih lanjut atau justru pusing bacanya? Hehe. Ngga sedikit temen-temen yang surprised dan amazed begitu tau gue terjun ke pasar modal dan investasi. Kebanyakan mereka salut karena gue berani dan mau belajar hal di luar bidang gue (Psikologi). Gue rada bingung justru ketika mereka amazed. Menurut gue, investasi ini sama sekali bukan mengenai latar belakang, pendidikan, atau bidang kerja kita, tapi adalah sebuah kebutuhan yang semua orang perlu tau dan lakukan. Jadi terlepas dari kamu siapa, pendidikan kamu apa, pekerjaan kamu apa, kamu perlu dan BISA belajar investasi. Wong tukang ojek dan OB aja ada yang investasi saham kok :) So it is very learn-able.

Jadi, kamu tertarik investasi ke mana?

You Might Also Like

0 comments