Pertama kali liat resto ini di Instagram, restoran ini langsung masuk ke restaurant wishlist gue. Gimana engga, all you can eat Brazilian BBQ hanya seharga 125k! Padahal rata-rata decent all you can eat (AYCE) di Jakarta sekarang harganya di atas 150k bahkan di atas 200k. Hanamasa yang dulunya termasuk murah pun udah nggak begitu murah lagi sekarang.

Apalagi konsep Brazilian BBQ yang unik ini bikin makin tertarik. Sebelumnya gue emang udah kepengen nyoba Brazilian BBQ. Tapi gue cuma tau restoran berinisial T yang nyediain Brazilian BBQ ini dan harganya mahal banget. Gue belom rela ngeluarin duit sebanyak itu. Makanya ketika ada resto lain dengan konsep serupa, tapi harganya miring, cus lah kesana.

Beda dengan resto AYCE pada umumnya yang kita ambil semua makanannya sendiri lalu masak sendiri, di Fogoini dagingnya disediain langsung ke meja kita dalam keadaan sudah dibumbui dan dimasak. Jadi pelayannya tinggal motong bongkahan daging itu di meja kita. Nah, tingkat kematangan dagingnya pun jadinya variatif. Bagian luar biasanya well done, makin ke dalam makin mentah. Tapi nggak mentah-mentah banget kok, bagian tengahnya biasanya medium rare. Kalo pengennya yang mateng semua, bisa bilang juga. Nanti dia hanya akan ambil bagian yang matang.

Daging yang dipake adalah Australian sirloin. Bumbunya ada 3 macam yaitu Peri Peri, Honey Glazed, dan Garlic. Semuanya enaaakkkk. Mau well done, medium, medium rare, semuanya enak karena bumbunya meresap sampe ke dalam. Gue yang sebenernya agak geli makan daging ga mateng pun seolah lupa dan bodo amat ketika makan daging yang medium rare, saking enaknya dan ga amis sama sekali.

Saus Peri Peri disini rasanya gurih dan "paling rempah" di antara yang lain. Bukan yang asem pedes kayak saus Peri Peri pada umumnya. Kalau Honey Glazed rasanya manis, sedangkan Garlic asin gurih gitu. Favorit gue yang Peri Peri dan Honey Glazed! Tapi ini selera siih, temen gue ada yang favoritnya Garlic. Karena namanya all you can eat, tentu kita bisa nambah semau kita :) Tentunya ku nambah yang Peri Peri dan Honey Glazed.

Selain daging sirloin, disini juga ada Chicken Tandoori. Agak beda sama daging, bumbu Chicken Tandoori ini nggak meresap sampe ke dalam dagingnya. Jadi bumbunya hanya berasa di luar.

Terus disini juga ada side dish, appetizer, dan dessert yang bisa kita ambil sendiri di buffet. Side dish-nya ada nasi goreng, french fries, spaghetti, dan mashed potato. Untuk rasanya sih biasa aja, cuma french fries yang gue suka. Mashed potato-nya pun tekstur dan rasanya agak beda sama mashed potato pada umumnya yang creamy dan gurih. Kalo disini rasanya cenderung hambar dan teksturnya ga smooth. Nah tapi sauteed vegetablesnya enak! Well-seasoned menurut gue. Selain itu disini disediain beberapa macam saus gitu kayak saus BBQ, salsa, sama apa lagi lupa hehe.

Untuk appetizer ada cream soup yang rasanya agak manis dan salad. Minumannya ada ice tea, dan untuk dessert-nya ada pudding dan buah. Nah, yang menarik disini adalah signature dessert mereka yaitu Cinnamon Caramelized Pinapple! Jadi ini nanas yang dilumuri bubuk cinnamon lalu dibakar. Sama kayak daging, nanas ini juga diantar dan disajikan langsung ke meja. Ini enak bangeeettt. Nanasnya manis dan ga asem sama sekali. Terus nanasnya banyak airnya nggak yang kering gitu. Kalo pernah makan nanas madu, itu kan bagian luarnya manis dalemnya masih ada asemnya, nah ini sampe ke dalem-dalemnya manis. Rasa cinnamonnya juga berasaa. Karena menu ini unik dan enak banget, tentu saya nambah dong hehe.

Dengan rasa yang endeus dan experience yang ok, harga 125k ini worth it banget menurut gue. Sebenernya 125k ini belum plus tax & service 15%, tapi karena kemaren ada promo 15% jadi per orang jatohnya 125k nett. Promo ini berlaku sampe akhir Oktober. Menariknya lagi, mau weekdays, weekend, lunch, dinner, harganya sama! Sementara di kebanyakan AYCE lain harganya dibedain. Nggak heran resto baru ini jadi rame pengunjung. Jadi better kalo mau kesini booking via telp dulu yah.

Pelayanannya oke, walau di meja kita masih banyak daging tapi pelayannya tetep keliling dan nawarin ke meja kita. Pelayannya juga ramah. Overall puas banget sihh makan di Fogo. Definitely will come back soon.

Fogo Brazilian BBQ

Intiland Tower, Ground Floor (Depan Stasiun MRT Benhil)

Jl. Jend. Sudirman kav. 32, Jakarta Pusat

+6288210027365 (Call only, tapi mesti agak sabar ya hehe)

Instagram

Seharian ini ku lagi sakit kepala. Sejak bangun tidur, sampe sekarang jam 8 malam. Keukeuh ngga mau minum obat, tapi akhirnya minum juga karena udah mengganggu. Seharian jadi agak sulit ngapa-ngapain, meski nggak harus produktif juga. Tapi untuk istirahat pun jadi nggak nyaman.

Mau ngerjain kerjaan, otak rasanya ngga sanggup mikir. Buka Facebook sebentar, di home muncul foto seorang temen lagi di sebuah amusement park. Foto sama bangunan yang artistik dan tokoh kartun terkenal.

Pas liat foto itu seketika inget pengalaman terakhir ke amusement park, dimana gue menyadari ada perubahan yang cukup besar di preferensi gue. Dulu waktu kecil dan remaja, kalo ke amusement park pasti cari mainan, terutama wahana-wahana ekstrem. Roller coaster maju, roller coaster mundur, roller coaster tengkurep, semua sudah dicentang. Swing 180 derajat, swing 360 derajat, you name it. Cobain sebanyak-banyaknya wahana, terutama yang belum pernah dicoba.

Waktu terakhir ke amusement park, yaitu Tokyo DisneySea dan Universal Studios Japan, gue nggak begitu nyari wahana-wahana ini. Gue lebih menikmati suasananya, lebih seneng jalan-jalan, menikmati keindahan setiap sudut bangunannya, dan mengabadikannya lewat kamera. Nyoba beberapa wahana juga, tapi nggak ngoyo ngejar banyak wahana. Sempet kepikir kok gue sayang banget ya, kesini banyakan keliling dan foto-foto dibanding main. Kok gue jadi kayak warga ya, yang kerjaannya foto-foto.

Tapi abis itu gue mikir lagi, apa salahnya kalo memang itu hal yang gue nikmati saat ini? Mungkin gue sangat senang memanjakan mata dengan keindahan detil arsitekturnya, dan sama sekali ga ada yang salah dengan itu. Kalo memang jalan-jalan terasa lebih menyenangkan, kenapa harus memaksakan untuk main yang sebenernya nggak gue pengenin banget? Di titik itu gue mulai menyadari dan mulai mikir bahwa ketika udah jadi orang gede, mungkin preferensi gue juga berubah.

Dulu gue nggak begitu suka lagu-lagu jazz, ballad, folk, soul, dan indie. Senengnya pop, R&B, bahkan pop punk karena tiap hari kakak pasang kaset dan CD lagu-lagu punk, emo, metal dan sebagainya :)) Tapi siapa sangka, sejak menginjak usia 25 tahun justru genre-genre yang gue sebutkan di awal menjadi playlist gue sehari-hari. Yang pas remaja playlistnya enerjik banget, di usia sekarang carinya yang santai dan menenangkan.

Kemudian pilihan liburan. Dulu waktu remaja pengennya liburan jalan-jalan terus. Jalan-jalan, cari kegiatan, kalo liburan pun cari yang banyak destinasi dan padat aktivitas. Bisa tuh seharian pergi-pergi dan di hotel cuma numpang tidur. Sekarang? Hehehe. Kalo tanggal merah dan liburan maunya di rumah aja :) Mageer banget pergi-pergi liburan. Diajak liburan pun sometimes I chose to stay at home. Nggak terlalu kepengen liburan yang jauh-jauh gitu. Kalopun liburan carinya yang santai, yang calming, dan lebih suka yang ke arah nature. Yang banyak pohon-pohon, rerumputan, dan tenang. Bukan cari yang hiruk-pikuk kota modern kayak dulu. Dulu bingung banget kenapa orang mau pergi jauh dan bayar mahal cuma buat staycation di hotel doang ga ngapa-ngapain. Sekarang ide staycation justru terdengar menyenangkan.

Ternyata ketika jadi orang gede bisa ada perubahan signifikan ya soal preferensi-preferensi ini. Mungkin karena ketika udah jadi orang gede terlalu banyak hiruk-pikuk, tuntutan, masalah, dan stressor lainnya yang terjadi di kehidupan kita sehari-harinya, sehingga akhirnya yang dicari adalah ketenangan. Dan jadi paham kenapa orang-orang tua sukanya tinggal di pinggiran kota, sukanya tinggal di daerah yang hijau-hijau, dan sukanya nonton berita.