"Lihat segalanyaa... Lebih dekaatt.. Dan kaaau.. Akan mengerti..."
Hayo siapa yang ikut nyanyi? Yap, lagu itu adalah lagunya Sherina yang jadi soundtrack film Petualangan Sherina. Siapa sangka kalo pas udah gede gini saya baru menangkap maknanya? Kalo dulu cuma seneng dengerin dan nyanyiin, kalo sekarang lebih paham maksudnya.
Dengan hadirnya social media, semua tampak ideal dan perfect. Nggak jarang seseorang (apalagi di usia 20 tahunan yang sedang merintis kehidupan) ngerasa insecure ngeliat temen-temennya udah lebih sukses, lebih kaya, lebih happy, lebih segala-galanya. Kenapa gue bilang di usia 20 tahunan itu sedang merintis kehidupan? Karena di periode ini orang-orang memang lagi merintis karier, kehidupan percintaan, keluarga baru, pendidikan lebih lanjut, intinya menjajaki banyak fase baru di kehidupan. Kecepatan orang lain dalam memulai dan meraih sesuatu seringkali bikin kita ngerasa tertinggal. Hayo ngaku, siapa yang suka ngerasa gini?
Tapi, apa benar yang kamu liat itu bener-bener yang terjadi? Belakangan ini, mata gue banyak dibukakan. Entah kenapa, belakangan ini tiba-tiba satu persatu hal yang gue liat di social media dan gue pikir beneran terjadi, nyatanya ga benar-benar seperti apa yang gue pikirkan. Ternyata apa yang tampak di social media itu menciptakan asumsi audiensnya.
Belakangan ini gue abis cerita-cerita sama beberapa temen lama dari circle yang berbeda-beda, yang gue liat mereka fine-fine aja di social media. Yang terlihat menikmati kehidupan pekerjaannya, yang abis dipromosi, atau yang justru nggak terlihat apa-apa di social media sehingga membuat gue berasumsi bahwa mereka lagi nyaman dengan kehidupan mereka. Dari cerita-cerita tersebut baru terungkap bahwa ternyata apa yang mereka rasakan berkebalikan dengan apa yang ditampilkan (atau dengan apa yang gue asumsikan). Ada yang jujur mengakui kalo konten social media mereka itu pencitraan, ada yang ternyata lagi nggak bahagia dengan hidupnya, ada juga yang lagi dalam masalah besar. I spent 5 hours to get updated. We would not even go home if the restaurant didn't close.
Jujur gue kaget. Yang gue pikir selama ini bahagia-bahagia aja, nyaman-nyaman aja, seneng-seneng aja, di belakang itu mereka punya berbagai masalah, kecemasan, dan ketidaknyamanan atas apa yang mereka jalani sekarang. Meski selama ini gue (dan kalian pasti) sering denger bahwa apa yang terlihat di social media belum tentu sesuai dengan kenyataan, tapi disitu gue bener-bener baru sadar akan hal tersebut. And it hits me right in the face untuk ga boleh terlalu berasumsi (yang bahkan bisa sampe bikin insecure). Mesti denger sendiri dari orangnya. Mesti denger dulu ceritanya. Baru disitu kita akan paham akan keadaan yang sebenarnya.
Jujur ada perasaan sedih juga sih ketika denger masalah yang dihadapi dan dirasain temen-temen itu. Di balik yang keliatannya baik-baik aja, ternyata mereka punya masalah yang memenuhi pikiran dan memberatkan hidup mereka. Tapi di sisi lain juga jadi sadar, bikin mikir dan ngerasa bahwa kita hanyalah manusia yang nggak lepas dari masalah. We have flaws, we are all the same. Nggak ada yang sempurna, seideal apapun itu terlihatnya. We just don't know it yet. If you think someone or something is perfect, means you don't know it well. Balik lagi, lihat lah lebih dekat, dan kamu akan mengerti.
Jujur ada perasaan sedih juga sih ketika denger masalah yang dihadapi dan dirasain temen-temen itu. Di balik yang keliatannya baik-baik aja, ternyata mereka punya masalah yang memenuhi pikiran dan memberatkan hidup mereka. Tapi di sisi lain juga jadi sadar, bikin mikir dan ngerasa bahwa kita hanyalah manusia yang nggak lepas dari masalah. We have flaws, we are all the same. Nggak ada yang sempurna, seideal apapun itu terlihatnya. We just don't know it yet. If you think someone or something is perfect, means you don't know it well. Balik lagi, lihat lah lebih dekat, dan kamu akan mengerti.
Kita hanyalah manusia. Ini adalah insight yang juga gue dapet dari kumpul sama 2 orang temen lama. Terus yang bikin ngerasa aman dan "kembali pulang" adalah bahwa ternyata kita nggak sendiri. Mau sesukses, semaju apapun temen-temen kita, mereka tetaplah orang yang sama seperti yang kita kenal dulu. Mereka tetap dengan kekonyolannya, dengan insecurities-nya, dengan kebaikan hatinya. Di tengah kehidupan yang serba cepat dengan segala perubahan yang ada di dalamnya, berhenti sejenak dan kembali ke temen-temen lama, melakukan apa yang biasa kita lakukan bersama-sama itu sangat membahagiakan. It feels really good to be back home. Reminiscing the good old days, without talking about the past memories. Rather than talking about the past memories, we feel it instead.
Jadi, coba sekarang buka aplikasi chat kamu, cari kontak temen lama, dan tanya, "Apa kabar?"
Jadi, coba sekarang buka aplikasi chat kamu, cari kontak temen lama, dan tanya, "Apa kabar?"
0 comments