Gue tumbuh di keluarga yang sangat mendorong anak-anaknya untuk unggul dan berprestasi. Sejak kecil, orangtua menyekolahkan anak-anaknya di sekolah bagus. Semua sekolah dan universitas favorit. Les ini itu di berbagai tempat. Orang-orang di lingkungan tersebut juga bukan sembarang orang. Banyak yang dari keluarga berada, anaknya petinggi perusahaan mana, anaknya tokoh terkemuka.
Alumninya pun juga banyak yang "jadi". Mulai dari berhasil bikin bisnis A, bikin restoran B C D E, jadi petinggi atau founder berbagai macam start-up, jadi artis, jadi pembicara dimana-mana, sekolah di luar negeri, you name it.
Nggak hanya dari lingkungan pendidikan, dari keluarga besar pun juga gitu. Mayoritas kerja di perusahaan terkemuka baik swasta maupun BUMN. Ada yang jadi petinggi perusahaan, ada yang punya jabatan di institusi pemerintahan, ada yang jadi dosen di universitas terkemuka, ada yang jadi sutradara, ada yang jadi ina itu. Ga usah jauh-jauh, kakak gue yang dulu prestasi sekolahnya biasa aja sekarang jadi pembicara dimana-mana dan banyak nanganin klien public figure.
Lalu gue? Ketika lagi ngobrolin seseorang cuma bisa bilang, "Eh si itu temen sekolah gue dulu. Eh si itu ternyata temennya bokap gue. Eh sodara gue ada tuh yang jadi A. Eh si ono kakak kelas gue." dan seterusnya.
Gue sendiri engga belum jadi apa-apa. Gue cuma karyawan biasa. Pertanyaannya, lalu kenapa? Apa harus jadi apa-apa?
Pertanyaan tersebut beberapa kali muncul di benak gue. Apakah gue harus jadi orang besar? Apakah gue harus menciptakan sesuatu? Buat apa? Apa yang salah dengan menjadi orang yang rata-rata dan biasa aja?
Mungkin kebanyakan orang ngeliat gue itu orang yang ambisius, yang pengen unggul dalam segala hal. Tapi jujur sebenernya nggak. Surprised? You better keep your eyes reading this.
Gue ga seambisius itu untuk menjadi unggul di semua hal. Gue ga ada keinginan untuk jadi orang besar. Gue ga pernah berkeinginan untuk jadi juara kelas, ga berkeinginan juga untuk menang lomba. Jadi pemimpin di sebuah grup juga biasanya karena ditunjuk bukan mengajukan diri. Apapun yang gue lakukan, gue cuma pengen ngelakuin yang terbaik di setiap hal yang gue kerjain. Yang penting gue puas ngelakuinnya, yang penting gue udah mengeluarkan effort maksimal yang gue bisa. Dengan ga ngelakuin apa yang sebenernya bisa gue lakuin, hal itulah yang bikin cemas. I didn't mean to beat anybody, I just wanted to beat myself.
Bahkan ketika ditanya cita-cita gue apa, apa yang gue ingingkan dalam hidup ini, butuh waktu lama untuk gue akhirnya bisa menjawab itu. Sementara orang lain punya jawaban yang jelas dan terperinci mengenai hal-hal yang mau mereka lakukan atau capai dalam hidup.
Dan pada akhirnya jawaban gue sangat sederhana. Cita-cita gue adalah menjadi ibu yang baik, yang punya keluarga harmonis, dan juga bisa punya income sendiri. Sedangkan tujuan hidup gue adalah menjadi bahagia.
Dengan menjadi biasa aja, gue udah cukup happy. Dengan ketidakambisiusan dalam hidup, hidup jadi lebih tenang. Sampe sekarang gue belum nemu alasan kenapa harus jadi orang besar. Menjadi bermanfaat buat orang lain aja ternyata udah sangat membahagiakan buat gue.
Apalagi setelah gue bener-bener menyadari kalo hidup ini cuma sementara, tujuan-tujuan di dunia ini rasanya perlu dievaluasi dan didefinisi ulang. Karena tujuan akhir kita justru adalah kehidupan akhirat nanti. Gue semakin merasa nggak perlu lah terlalu ambisius di dunia ini. Fokus aja sama persiapan akhiratnya.
Ini pandangan gue pribadi yaa atas hidup gue. Kalo kalian punya tujuan dan cita-cita setinggi langit, ga masalah juga. We have our own life purpose.
Satu kalimat yang nyangkut di otak gue sampai sekarang adalah "Anyone could, but not everyone should." Itu bener-bener jadi pegangan gue ketika mulai iri, ketika pengen mencapai apa yang orang-orang raih padahal sebenernya gue ngga perlu meraih itu juga, ketika mulai turun self-esteem-nya ngeliat orang-orang pada "sukses". Karena ya, setiap dari kita itu sebenernya bisa, tapi ngga setiap dari kita harus melakukan hal yang sama karena kita punya tujuan lain. Gue juga sedang belajar untuk menerapkan "Live life to express, not to impress." Ini semacam jadi pelengkap quotes sebelumnya.
Kalo menurutmu, is it okay to be just average?