Menyambung dari post sebelumnya, gue mau lanjutin cerita pengalaman kuliah S-2 Profesi di Psikologi UI.
SEMESTER 5
Semester terakhir difokuskan untuk menyusun tesis dan ujian-ujian. Untuk Program Profesi, tesisnya sebetulnya harus bikin program intervensi, tapi karena lagi Covid boleh penelitian biasa aja tapi harus dimasukin ke jurnal. Intervensinya bisa menggunakan project magang atau bikin project baru. Gue dan kelompok kemarin nerusin dari project magang. Emang sejak awal magang udah diniatkan bahwa project magang akan jadi intervensi tesis kami, karena kami ga mau ribet haha mau sekali jalan aja. Asli, ini membantu banget proses tesis. Yaa bisa dibilang 50% progress tesis beres ketika ngelanjutin dari project magang. Alhamdulillahnya kami bisa ngelanjutin dari project magang, karena nggak semua project magang atau sikonnya bisa dijadiin topik tesis. Kalo kami kemarin cari-cari celah gimana caranya supaya bisa jadiin itu sebagai tesis, mulai dari pemilihan variabel yang disesuaikan, intervensi, dllnya. Ga mudah sih memang, tapi bener-bener membantu banget ke belakangnya.
Dan enaknya karena project kami bertiga sama, cuma beda sampel, ngerjainnya serasa bareng-bareng. 1 project dikerjain bareng-bareng pastinya lebih ringan, terus jadi ada temen diskusi. Saling bantu dan kasih support. Ini bener-bener berasa sih memacu dan memotivasi. Gue banyak ngobrol sama anak-anak kelompok lain, hampir semua jalan sendiri-sendiri. Dalam 1 kelompok belum tentu saling tahu progress masing-masing, akhirnya jadi kerja sendiri-sendiri, dan in a way merasa nggak terlalu termotivasi. Soo gue sangat menyarankan kalo bisa project tesis melanjutkan dari magang supaya ga berat dan juga projectnya dikerjain bareng-bareng.
Selama semester 5 ini, semua full dilakukan secara online. Pembuatan tesis dari rumah masing-masing aja, pengumpulan draft soft copy bahkan bisa pake Google Drive aja tanpa perlu email ke dosen, bimbingan kalo kelompok gue full lewat WA haha. Even ngga pake video conference atau semacamnya. Ini balik lagi ke masing-masing dosen sih, kalo gue kebetulan dapet pembimbing yang prefernya bimbingan by chat WA aja di grup.
Jujur enak banget, karena jadi ga perlu jauh-jauh ke Depok setiap minggu untuk bimbingan, ga perlu print-print berkas, hemat biaya, hemat kertas, eco-friendly, dan pastinya semua jadi lebih simpel. Ga perlu jauh-jauh ke Depok untuk bimbingan 1 jam atau minta tanda tangan aja :") Kalo bukan karena pandemi, entah kapan kampus gue mau go digital gini.
Yang dulu ketemu hampir tiap hari, ketemuannya jadi online deh dan harus sengaja dijadwalin |
Sempetin ketemuan sama kelompok ter-luv pas lagi di Jakarta semua. Kelompok "Konsultan Alhamdulillah", karena nama adalah doa |
UJIAN
Seminar tesis dan sidang tesis keduanya adalah menguji tesis kita dari bab 1 sampai bab 5. Bedanya apa? Nggak ada sih sebenernya haha. Paling bedanya adalah saat seminar tesis, kitadiuji diberikan feedback oleh 1 dosen dan 2 mahasiswa reviewer. Pemilihan mahasiswa reviewer ini adalah kesepakatan dengan angkatan, siapa mereview siapa. Sementara itu, pas sidang tesis kita diuji oleh 2 dosen, yang salah satunya adalah dosen yang mereview kita saat seminar. Nah biasanya pas sidang tesis, yang akan banyak nanya dan kasih feedback adalah dosen yang belum pernah nguji kita, karena dosen satunya lagi kan udah banyak nanya dan kasih feedback saat seminar tesis.
Kalo sidang internal dan sidang HIMPSI keduanya menguji laporan kasuistik kita. Laporan dari setiap kasus yang kita tangani. Daaaaan surprisingly belum tentu semua kasus kita akan dibahas atau ditanyain saat ujian. Bener-bener tergantung dosennya. Ada yang fokusnya ke beberapa kasus aja dan beberapa sisanya ga dibahas, ada yang membahas semua kasus. Ada yang nanya super detail sampe teori-teori, ada yang lebih ke practical knowledge. Jadi penting untuk cari tau fokus pengujinya itu biasanya lebih kemana. Tapi ya untung-untungan juga sih, jadi tetep prepare dan pelajari semua aja hehe.
Menurut gue dan temen-temen, yang paling menegangkan itu adalah sidang pertama yaitu sidang internal. Karena biasanya pertanyaan dosennya detail-detail banget. Apalagi setelah sidang kami ga langsung dinyatain lulus sidangnya apa engga, tapi kata dosennya "Tunggu sampai hari Sabtu dulu ya. Kalo ga kita hubungin artinya lulus." Ya Allah. Abis sidang bukannya lega malah deg-degan. Dan saat hari Sabtu ga dihubungin, kita juga ga 100% yakin kita lulus, karena kadang suka ada surprise-surprise mendadak.
Sidang HIMPSI justru less menegangkan. Ada sih tegangnya karena penguji gue adalah ketua HIMPSI saat itu :) Tapi ternyata beliau baiiiikkk banget. Beliau juga sangat apresiatif. Hal-hal yang dirasa udah baik dari laporan kita, beliau ga segan-segan untuk memberikan apresiasi dan komentar positif. Gue bener-bener merasa terhormat dan seneng bisa dapet apresiasi langsung dari ketua HIMPSI. Pertanyaan-pertanyaan beliau saat sidang pun bukan sekedar ngetes, tapi memang untuk tahu apakah pemahaman kita dengan beliau sama apa engga, lalu beliau ngasih feedback dari apa yang beliau tau.
Selesai sidang HIMPSI rasanya seneeng banget dan baru bener-bener lega. Beda banget feel-nya sama pas sidang internal. Jujur, gue sampe peluk nyokap dan nangis karena ngerasa apa yang udah dilakuin selama ini akhirnya terbayar dan mendapat feedback yang positif. I didn't see it coming, but tiba-tiba nangis aja gitu :"")
Semakin ke belakang, sidang semakin ga deg-degan. Lebih kayak ya udahlah. Haha. Bahkan sampe ngerasa bingung mau belajar apa lagi, saking udah diulang-ulangnya selama bikin laporan dan materi presentasi. Gue pikir ini normal nggak sih? Tapi ternyata temen-temen juga ngerasain hal yang sama haha.
Seluruh rangkaian sidang ini dilakukan secara online lewat Zoom. Awalnya agak khawatir ketika sidang dilakukan secara online, tapi ternyataaaa enak banget! Jujur much better kalo online gini. Dari mulai persiapan berkasnya yang suuper banyak dan printilan, semua dikumpulin secara digital. Kalo ada revisi-revisi juga enak banget masih bisa revisi H-5 menit. Kalo ada salah tinggal timpa PDFnya. Kalo ada halaman yang lupa tinggal insert. And again, ga perlu print-print jadi hemat kertas dan hemat biaya :)
Lalu tegangnya juga jauh berkurang. Kita bisa cari tempat nyaman, di tempat yang kita familiar. Beda dengan suasana ruang sidang kalo sidang offline, yang mungkin suasananya "sidang banget". Terus kalo sidang online kita juga bisa full duduk, ga harus berdiri saat presentasi. Ga perlu dandan yang super niat. Dan ya memang suasananya ga semenegangkan itu, beda sama sidang offline. Tambahannya, kita bisa siapin amunisi misalnya notes, file, dll. Gue udah nyiapin semua, tapi pada akhirnya ga kepake juga sih hehe.
Di program MAPRO kita ada 4 kali ujian/sidang. 2 kali untuk ujian ke-Magister-an dan memperoleh gelar Magister lewat sidang tesis dan seminar tesis, 2 sisanya untuk ujian ke-Profesi-an dan memperoleh gelar Psikolog lewat sidang internal dan sidang HIMPSI. Urutannya kayak gini: Sidang internal > Sidang HIMPSI > Seminar Tesis > Sidang Tesis. Basically, ujian sebenarnya itu hanya 2 kali yaitu sidang HIMPSI dan sidang tesis. Nah sidang internal itu untuk mempersiapkan kita menghadapi sidang HIMPSI dan seminar tesis itu untuk mempersiapkan kita menghadapi sidang tesis. Jadi di sidang internal dan seminar tesis itu kayak simulasi dan juga akan dapet feedback untuk mematangkan kita dalam menghadapi sidang sebenarnya nanti.
Seminar tesis dan sidang tesis keduanya adalah menguji tesis kita dari bab 1 sampai bab 5. Bedanya apa? Nggak ada sih sebenernya haha. Paling bedanya adalah saat seminar tesis, kita
Kalo sidang internal dan sidang HIMPSI keduanya menguji laporan kasuistik kita. Laporan dari setiap kasus yang kita tangani. Daaaaan surprisingly belum tentu semua kasus kita akan dibahas atau ditanyain saat ujian. Bener-bener tergantung dosennya. Ada yang fokusnya ke beberapa kasus aja dan beberapa sisanya ga dibahas, ada yang membahas semua kasus. Ada yang nanya super detail sampe teori-teori, ada yang lebih ke practical knowledge. Jadi penting untuk cari tau fokus pengujinya itu biasanya lebih kemana. Tapi ya untung-untungan juga sih, jadi tetep prepare dan pelajari semua aja hehe.
Menurut gue dan temen-temen, yang paling menegangkan itu adalah sidang pertama yaitu sidang internal. Karena biasanya pertanyaan dosennya detail-detail banget. Apalagi setelah sidang kami ga langsung dinyatain lulus sidangnya apa engga, tapi kata dosennya "Tunggu sampai hari Sabtu dulu ya. Kalo ga kita hubungin artinya lulus." Ya Allah. Abis sidang bukannya lega malah deg-degan. Dan saat hari Sabtu ga dihubungin, kita juga ga 100% yakin kita lulus, karena kadang suka ada surprise-surprise mendadak.
Sidang HIMPSI justru less menegangkan. Ada sih tegangnya karena penguji gue adalah ketua HIMPSI saat itu :) Tapi ternyata beliau baiiiikkk banget. Beliau juga sangat apresiatif. Hal-hal yang dirasa udah baik dari laporan kita, beliau ga segan-segan untuk memberikan apresiasi dan komentar positif. Gue bener-bener merasa terhormat dan seneng bisa dapet apresiasi langsung dari ketua HIMPSI. Pertanyaan-pertanyaan beliau saat sidang pun bukan sekedar ngetes, tapi memang untuk tahu apakah pemahaman kita dengan beliau sama apa engga, lalu beliau ngasih feedback dari apa yang beliau tau.
Selesai sidang HIMPSI rasanya seneeng banget dan baru bener-bener lega. Beda banget feel-nya sama pas sidang internal. Jujur, gue sampe peluk nyokap dan nangis karena ngerasa apa yang udah dilakuin selama ini akhirnya terbayar dan mendapat feedback yang positif. I didn't see it coming, but tiba-tiba nangis aja gitu :"")
Semakin ke belakang, sidang semakin ga deg-degan. Lebih kayak ya udahlah. Haha. Bahkan sampe ngerasa bingung mau belajar apa lagi, saking udah diulang-ulangnya selama bikin laporan dan materi presentasi. Gue pikir ini normal nggak sih? Tapi ternyata temen-temen juga ngerasain hal yang sama haha.
Seluruh rangkaian sidang ini dilakukan secara online lewat Zoom. Awalnya agak khawatir ketika sidang dilakukan secara online, tapi ternyataaaa enak banget! Jujur much better kalo online gini. Dari mulai persiapan berkasnya yang suuper banyak dan printilan, semua dikumpulin secara digital. Kalo ada revisi-revisi juga enak banget masih bisa revisi H-5 menit. Kalo ada salah tinggal timpa PDFnya. Kalo ada halaman yang lupa tinggal insert. And again, ga perlu print-print jadi hemat kertas dan hemat biaya :)
Lalu tegangnya juga jauh berkurang. Kita bisa cari tempat nyaman, di tempat yang kita familiar. Beda dengan suasana ruang sidang kalo sidang offline, yang mungkin suasananya "sidang banget". Terus kalo sidang online kita juga bisa full duduk, ga harus berdiri saat presentasi. Ga perlu dandan yang super niat. Dan ya memang suasananya ga semenegangkan itu, beda sama sidang offline. Tambahannya, kita bisa siapin amunisi misalnya notes, file, dll. Gue udah nyiapin semua, tapi pada akhirnya ga kepake juga sih hehe.
My exam station |
Kelar sidang HIMPSI! |
Kelar sidang tesiis! Maafin udah lusuh banget perawakannya. Habis sidang langsung meluncur ke acara kantor, baru sempet foto pas balik malem huehe |
WISUDA
Di program MAPRO, rangkaian wisuda ada 3 yaitu yudisium atau wisuda fakultas, wisuda universitas, dan terakhir sumpah profesi. Masing-masing itu ada geladinya. Sama kayak sidang, wisuda full dilakuin secara online. Again, enak banget karena ga perlu rempong bikin kebaya, cari make-up artist atau dandan, ga perlu jauh-jauh dan macet-macetan saat wisuda, dan ga perlu susah sinyal di UI pas wisuda :) Alhamdulillahnya dulu udah pernah ngerasain wisuda offline saat S-1 dan kebetulan di kampus yang sama, jadi S-2 wisuda online rasanya ga nyesek-nyesek amat. Malah jadi lifetime experience kalo buat gue hehe.
Sama sepeti S-1, kalau wisuda di UI itu ngga disebutin nama wisudawannya satu per satu, karena sekali wisuda pasti ribuan orang. Dipanggil satu-satu dan foto sama rektornya itu saat geladi. Walaupun wisuda online, tetep ada foto sama rektor dan dekan, tapi nggak live. Semacam udah disediain virtual background gitu sama panitianya. Jadi mesti pinter-pinter memposisikan diri biar fotonya bagus. Kadang lucu, ngeliat proporsi orangnya ga proporsional haha.
Green screen portable berguna banget |
Yang dipanggil satu-satu berikut gelarnya adalah saat yudisium atau wisuda fakultas. Disini juga mahasiswa foto satu per satu dengan dekan dan ketua prodi. Nah kalo kali ini fotonya live, tapi dosennya sambil ngapa-ngapain. Bosen juga kali ya kalo harus pose untuk seratusan mahasiswa 😅
Lalu terakhir ada sumpah profesi. Karena akan berprofesi sebagai psikolog, maka perlu ada sumpah profesi layaknya sumpah dokter. Di sesi ini, setiap mahasiswa diminta untuk mengucap sumpah berdasarkan agama masing-masing. Setelah itu kembali disebutkan nama mahasiswa berikut gelarnya. Video sumpah profesi bisa ditonton disini.
Karena sumpah profesi ini dilakukan secara online, pakaian orang-orangnya pun lebih santai dibanding kalo sumpah profesi offline yang pada berkebaya dan full dandan. Disini ada beberapa yang pake batik aja, pake baju resmi, ada juga sih yang pake kebaya beneran. Kalo gue pake baju resmi aja, terus make up dikit, cepol rambut pake jedai, pake filter Zoom! Haha. Canggih banget emang tuh filter Zoom. Pas wisuda pake toga juga enak banget dalemnya bisa pake kaos biasa dan celana panjang, ga rempong pake kebaya.
Sekitar sebulan kemudian setelah semua rangkaian wisuda itu, baru ambil ijazah, surat izin praktik psikolog (SIPP), sertifikat, dan lain-lainnya.
***
Kurang lebih begitu pengalaman selama 2,5 tahun menjalani program MAPRO PIO UI. Metode pembelajaran S-2 ini kebanyakan presentasi mahasiswa dan diskusi. Dosen itu ngga terlalu ngajar, mereka hanya sebagai fasilitator. Alhamdulillahnya temen-temen disini bisa jadi partner diskusi yang insightful dan menyenangkan. Bisa saling sharing pengalaman yang ngebuka wawasan. Gue inget dulu pas galau mau pilih univ buat S-2, gue dihadapkan pada pilihan 2 universitas. Univ yang 1 dosennya (keliatannya) lebih ngajar tapi mungkin temen diskusinya ngga terlalu banyak, sedangkan univ yang 1 dosennya ga terlalu ngajar tapi temen-temennya bisa jadi partner diskusi banget. Saat itu temen gue ada yang nanya "Lo lebih mentingin dosen ngajar atau temen diskusi?". Ternyata setelah ngerasain sendiri, di S-2 ini lebih penting partner diskusi guys, karena keliatannya S-2 dimana-mana sistem pembelajarannya lebih mandiri dimana dosen lebih jadi fasilitator aja.
Bonus birthday photosss |
💝 |
Enaknya di PIO, secara program adalah kita mulai bareng dan selesai bareng. Karena setiap anak punya periode kasuistik yang sama. Paling kalopun beda plus minus 1-2 minggu. Beda dengan peminatan lain yang setiap orang beda-beda banget progressnya. Bisa si A udah sampe kasus mana, B lagi ambil kasus mana, dan seterusnya. Karena kalo peminatan lain rata-rata kliennya adalah individu, dan per individu itu dinamikanya beda-beda banget. Bisa ada klien yang nggak dateng padahal udah di pertemuan ke sekian. Alhasil harus ulang ambil kasus baru lagi.
Ketika ada pandemi Covid, angkatan gue sebetulnya ngga terlalu kena dampaknya karena kita udah di semester akhir-akhir yang udah ga ada kegiatan belajar di kelas. Nah untuk angkatan bawah gue kena banget dan kurikulum jadi berubah. Proses belajar mengajar pun sempet dipending karena dosen-dosen harus adjust dan mikirin metode belajarnya. Apalagi mata kuliah Psikodiagnostik yang belajar alat tes klasik macem Kraepelin, TIU, TKD, CFIT, dll yang semuanya menggunakan alat tes fisik.
Selain itu, untuk praktik kasuistik mereka juga cukup sulit karena harus cari perusahaan yang mau dan bisa full online. Alhasil, kurikulum mereka jadi berubah. Semester 3 tesis dulu, 4 dan 5 baru kasuistik dan magang. Tapiii pas semester 3 ketika ada perusahaan yang bersedia untuk ketempatan praktik, mereka bisa praktik. Jadi kayak kecampur gitu antara tesis dan kasuistik.
Tips berikutnya, saat menjalani program ini penting banget untuk jalin relasi sama kakak tingkat, karena jadi bisa sharing-sharing, dapet referensi channel perusahaan, dan tanya hal-hal yang belum jelas karena biasanya dosen bilang "Coba tanya angkatan tahun lalu" 😬
Jujur pas awal-awal resistant banget pas tau keterima di UI (Plis jangan tanya "Terus kenapa daftar??" Panjang ceritanya guys). Udah ngebayangin bakal berat banget, udah ngebayangin yang terburuknya. Tapi setelah dijalani ternyata ga segitunya, malah ku enjoy banget. Menurut gue pribadi, informasi dan mindset di awal itu penting banget, perlu tau plus minusnya, bahkan worst possibilities yang mungkin terjadi sehingga kita udah siap menghadapinya. Dan ketika itu ga kejadian di kita, justru jadi lebih happy. Beda dengan temen-temen gue yang mereka ga terinformasi dan mikir bakal happy-happy aja kuliah disini, ternyata menjalani proses yang cukup berat bikin mereka jadi kaget.
Memang di perjalanannya ngga selalu mudah, tapi menurut gue seru sih dan gue enjoy huehe. Malah semakin ke belakang gue makin menikmati masa-masa terakhir gue sebagai mahasiswa, di mana masih punya keleluasaan dari segi waktu dan lain-lain sebelum akhirnya kerja full-time lagi. Semakin menghitung hari semakin ga rela melepas status mahasiswa haha.
Ya, sekian dulu ceritanya. Semoga bisa cukup informatif untuk teman-teman yang lagi mempersiapkan diri mau S-2 MAPRO di UI juga. And lastly, good luck!
Arvidyani Anindita, M.Psi, Psikolog is officially signing out! (Ga foto di tembok bata-bata oren UI, di bata rumah pun jadi) |
0 comments